SELAMAT DATANG DI BLOG KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN SINGOSARI KABUPATEN MALANG

Jumat, 08 April 2016

Jagalah Sholatmu Wahai Ibu



Manakala seorang muslimah masuk ke dalam gerbang pernikahan, dia masuk ke dalam ladang ibadah, betapa tidak sementara pernikahan itu sendiri pada dasarnya merupakan ibadah. Ketaatan dan kepatuhan muslimah kepada suami, pelayanan dan pengabdiannya kepadanya, usahanya untuk membuat suami rela dan bahagia, semua itu menyaingi dan menandingi ibadah-ibadah besar semacam jihad, haji, menghadiri Jum’at dan jamaah. Bahkan respon baik yang ditunjukkan seorang istri kepada suami pada saat suaminya menginginkan dirinya merupakan lahan ibadah untuk mereka berdua.

Lahan ini akan semakin meluas manakala Allah berkenan menitipkan buah hati hasil kasih sayang suami istri. Seorang muslimah memperoleh kesibukan atau tugas baru sebagai calon ibu. Menjaga anak di dalam kandungannya selama sembilan bulan. Melahirkannya ke alam dunia dengan susah payah. Menyusui, merawatnya dan mendidiknya sehingga anak mampu melakukan kebutuhannya sehari-hari. Semua ini merupakan ladang pahala bagi ibu yang lebar lagi subur, tiada tertandingi dan tidak diraih bahkan oleh suami sekali pun. Belum lagi dalam keadaan demikian, suami juga menuntut haknya yang mengharuskan istri menunaikan kewajibannya. Belum lagi jika sang adik menyusul, adiknya lagi menyusul dan seterusnya.
Tidak dipungkiri bahwa semua itu merupakan peluang ibadah yang lebar bagi ibu jika dijalani dengan keikhlasan dan kelapangan hati. Namun semua itu adalah lahan ibadah hablum minan nas, terkait dengan manusia dan dalam hal ini adalah manusia terdekat dengan sang ibu, keluarga: suami dan anak-anak. Padahal idealnya adalah keseimbangan antara kedua hak dan kewajiban tersebut. Tidak jarang sang ibu merasa kurangnya alokasi waktu untuk kewajiban yang kedua ini atau dia melihat rada sulit untuk menyeimbangkan keduanya karena kesibukan yang pada umumnya sudah tersedot kepada kewajiban yang pertama. 
Ibu tidak perlu cemas dan khawatir, masih ada celah dan peluang untuk dimanfaatkan, kembali kepada kita sendiri, bersediakah kita memanfaatkan celah walaupun itu tidaklah lebar, maukah kita menggunakan peluang meskipun ia juga tidak banyak. Kuncinya adalah kita sendiri. Baik-baik memanfaatkan dan mengatur. Salah satu ibadah terpenting yang kudu dijaga oleh para ibu adalah shalat.

Ini adalah ladang ibadah bagi seorang ibu. Penulis mengerti bahwa seorang muslimah niscaya shalat. Namun terkadang, karena kesibukan mengurusi sana-sini di dalam rumah, seorang muslimah baru bisa shalat pada saat waktu hampir habis. Ini jangan sampai terjadi. Di sini perlunya seorang ibu memanfaatkan waktu jeda di sela-sela kesibukannya. Akan lebih utama jika ibu bisa melaksanakan shalat di awal waktu karena dengan itu dia telah menunaikan hak Rabbnya dan setelahnya dia bisa fokus kepada kesibukannya tanpa terbebani kewajiban yang belum tertunaikan.
Dari Abdurrahman bin Auf berkata, Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam bersabda,

إ
ِذَا صَلَّتِ المَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَصَنَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الجَنَّةِ شَاءَتْ .

Jika seorang wanita menjaga shalat lima waktu, berpuasa pada bulannya, menjaga kehormatannya dan menaati suaminya, niscaya dia masuk surga dari pintu mana saja yang dia inginkan.”
Diriwayatkan oleh Ahmad nomor 1661, hadits hasan lighairihi.

Perhatikanlah wahai ibu bagaimana Nabi shallallohu 'alaihi wasallam menjadikan menjaga shalat dari seorang wanita muslimah termasuk ibu sebagai salah satu sebab diraihnya surga Allah. Maka tidak lagi ada alasan setelah ini dengan sibuk ini, sibuk itu sehingga ibadah yang mulia ini terbengkalai.

Penting pula diperhatikan bagi ibu terkait dengan menjaga shalat fardhu ini, yaitu menjaga shalat penyempurnanya, shalat rawatib qabliyah dan ba’diyah terutama yang muakkad yaitu sepuluh rakaat: dua sebelum Shubuh, dua sebelum Zhuhur dan dua setelahnya, dua ba’da Maghrib dan dua ba’da Isya`. Dari sepuluh ini yang paling muakkad lagi adalah dua qabla Shubuh, di mana Nabi shallallohu 'alaihi wasallam menyatakan bahwa ia lebih utama daripada dunia dan segala isinya.
Penting pula diperhatikan oleh ibu terkait dengan menjaga shalat, bahwa sebaik-baik tempat shalat bagi wanita adalah rumahnya, meskipun hadir ke masjid untuk shalat tidak dilarang, namun yang lebih utama bagi ibu adalah rumah. Semakin tersembunyi tempat shalat bagi seorang wanita, semakin utama tempat tersebut.

Dari Ummu Salamah dari Nabi shallallohu 'alaihi wasallam bersabda, “Sebaik-baik masjid (tempat shalat) bagi wanita adalah di dalam rumahnya.” Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Khuzaemah dan al-Hakim, dia berkata, “Sanadnya shahih.”.

Hanya dengan satu nomor ini seorang ibu bisa merengkuh tiga keutamaan sekaligus. Menjaga shalat lima waktu, menjaga shalat rawatib dan melaksanakannya di tempat terbaik yaitu rumah.

Termasuk dalam hal ini adalah melaksanakan shalat-shalat penunjang, maksud penulis adalah shalat-shalat yang tidak berbarengan dengan shalat-shalat fardhu, seperti shalat dhuha, dua rakaat sunnah adzan, dua rakaat ba’da wudhu, shalat witir, qiyamul lail. Shalat ini mempunyai keutamaan-keutamaan tersendiri secara khusus di samping keutamaan umum yaitu menambal kekurangan yang terjadi di dalam shalat fardhu.

Shalat dhuha misalnya, waktunya sesuai dengan namanya yaitu waktu dhuha. Pada waktu tersebut biasanya ibu mempunyai jeda waktu. Pekerjaan rumah biasanya sudah rampung, suami berangkat kerja, anak-anak di sekolah, kalau anak masih menyusu biasanya pada waktu tersebut dia sedang tidur. Inilah peluang bagi ibu. Hendaknya dia tidak menyia-nyiakannya. Cukup dua rakaat atau empat rakaat saja. Tidak mengambil waktu lama bukan?

Cukup disayangkan jika shalat ini dilewatkan begitu saja, karena ia adalah shalat awwabin, orang-orang yang selalu kembali kepada Allah dengan taubat. Ia adalah salah satu wasiat Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam kepada Abu Hurairah yang selalu dia jaga. Ia mencukupi kewajiban sedekah setiap pagi untuk setiap persendian Bani Adam yang berjumlah tiga ratus enam puluh. Ia adalah penjamin meraih jaminan pencukupan dari Allah di akhir hari. Semua keutamaan ini diriwayatkan secara shahih dari Nabi shallallohu 'alaihi wasallam.

Shalat witir misalnya, ia adalah shalat yang dicintai oleh Allah karena Allah adalah witir. Ia adalah shalat ahlul qur’an, demikian Nabi shallallohu 'alaihi wasallam berbicara kepada mereka pada saat beliau menganjurkan shalat ini. Ia adalah salah satu wasiat Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam kepada Abu Hurairah yang selalu dia jaga. Agar lebih mudah maka ibu bisa melaksanakan shalat ini setelah shalat Isya` atau sebelum tidur, seperti yang dilakukan oleh Abu Hurairah.

Dua rakaat ba’da wudhu misalnya, jika ia dilaksanakan dengan khusu’ maka ia menjadi sebab ampunan bagi dosa-dosa yang telah berlalu, sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Usman bin Affan berkata, “Aku melihat Rasulullah shsllallohu 'alaihi wasallam berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian beliau bersabda, ‘Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini kemudian shalat dua rakaat tanpa berbicara kepada dirinya –maksudnya adalah khusu’- di dalamnya maka dosanya yang telah berlalu diampuni.

Shalat ini yang menjadikan Bilal masuk surga di mana Nabi shallallohu 'alaihi wasallam mendengar suara sepasang sandalnya. Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam bersabda kepada Bilal, “Wahai Bilal, katakan kepadaku tentang amalan yang paling bisa diharapkan yang kamu lakukan dalam Islam, karena aku mendengar suara kedua sandalmu di depanku di surga.” Bilal menjawab, “Aku tidak melakukan suatu amal yang paling bisa diharapkan menurutku daripada shalat sebanyak apa yang telah ditulis bagiku untuk melakukannya dan itu aku lakukan setiap aku bersuci kapan pun, di suatu waktu di malam atau siang hari.”

Ini semuanya menunjukkan kepada kita semuanya betapa besar dan pentingnya ibadah shalat dalam Islam, maka sangat tidak patut bila sebagai muslimah menyia-nyiakannya. Wallahu a'lam.

Jumat, 01 April 2016

Ibu Adalah Sekolah Pertama



Satu hakikat yang tidak diperdebatkan oleh dua orang bahwa makhluk hidup tidak bisa lepas dari induk di mana darinya dia berasal. Memang setiap makhluk berasal dari dua unsur: jantan dan betina, akan tetapi jika dibandingkan kebutuhan dan ketergantungannya kepada salah satu unsur di atas maka kita dapatkan bahwa ketergantungannya kepada unsur betina lebih dominan. Jika ketergantungannya kepada unsur jantan pada benih jantan yang membuahi, dan sisi ini juga diimbangi oleh betina pemilik telur yang dibuahi, maka sesudah itu bisa dipastikan bahwa makhluk hidup bisa terlepas dari ketergantungan kepada jantan tetapi tidak kepada betina, maka setelah pembuahan makhluk tersebut membutuhkan rumah aman yang menjamin pertumbuhannya sampai dia siap lahir sebagai penghuni baru alam semesta. Selama itu segala kehidupannya bergantung kepada induknya dan setelah dia lahir dia tetap bergantung kepada susu induknya jika dia termasuk mamalia, jika tidak maka dia bergantung kepada induknya dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, induknya mengajarinya berlindung dari bahaya, mengajarinya mencari makan, mengajarinya kekhususan-kekhususan dasar yang dimilikinya dan sebagainya, dan pada semua itu barangkali si jantan entah di mana keberadaannya.

Hakikat ini berlaku pula pada manusia walaupun terdapat beberapa sisi perbedaan namun secara prinsip tidaklah berbeda. Perbedaannya terletak pada adanya jalinan perkawinan sehingga dengannya terdapat tanggung jawab dalam bentuk perlindungan dan nafkah dari bapak kepada anaknya dan karenanya anak bergantung kepadanya dalam hal tersebut. Walaupun demikian jika dibandingkan dengan ibu maka kita bisa katakan bahwa ketergantungan anak kepadanya jauh lebih besar. Menggunakan perbandingan Rasulullah saw, ketergantungan anak kepada ibu adalah tiga perempat, sementara kepada bapak adalah sisanya yaitu seperempat, kurang dari setengah. Maka dalam hadits Muttafaq alaihi dari Abu Hurairah Nabi saw mewasiatkan kepada seorang laki-laki agar berbuat baik kepada ibunya yang beliau tegaskan sebanyak tiga kali, baru pada kali keempat kepada bapaknya.

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: جاء رجل إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال : يارسول الله من أحق الناس بحسن صحابتي؟ " أبوك"  قال أمك" قال: ثم من؟ قال: " أمك" قال: ثم من؟ قال: " أمك" ثم من؟ ": قال

Dari Abu Hurairah berkata, seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw, dia berkata, ?Ya Rasulullah, siapa orang yang paling berhak mendapat kebaikanku?? Rasulullah saw menjawab, ?Ibumu.? Dia bertanya, ?Kemudian siapa?? Rasulullah saw menjawab, ?Ibumu.? Dia bertanya, ?Kemudian siapa?? Rasulullah saw menjawab, ?Ibumu.? Dia bertanya, ?Kemudian siapa?? Rasulullah saw menjawab, ?Kemudian bapakmu.? Sebagian ulama berkata, ?Hal itu karena ibu memiliki tiga perkara yang sangat mahal yang tidak dimiliki oleh bapak: mengandung, melahirkan dan menyusui.? Firman Allah,

حملته أمه كرها ووضعته كرها ، وحمله وفصاله ثلاثون شهرا .

Ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan.? (Al-Ahqaf: 15).

Satu hakikat lagi yang tidak diperdebatkan oleh dua orang bahwa masa yang dibutuhkan oleh seorang anak untuk bisa mandiri atau masa kekanak-kanakan anak manusia lebih panjang daripada makhluk hidup yang lain, diawali dengan kehamilan, melahirkan dan menyusui terjalin ikatan emosional antara ibu dengan anak yang tidak ada duanya, ini artinya interaksi anak dengan ibu dalam fase-fase tersebut relatif lebih intens, karenanya anak banyak mengambil dan belajar dari ibu dalam masa-masa tersebut khususnya masa-masa balita dan sekolah dasar, lebih-lebih masa pra sekolah, ibunya yang melatihnya duduk, berdiri, dan berjalan, ibulah yang mendekap dan menggendongnya jika dia jatuh ketika berlatih berjalan, ibulah yang melatihnya berbicara, memanggil mama, papa, ibulah yang menyuapinya sekaligus melatihnya cara-cara makan, ibulah yang ? dan seterusnya.

Ibu adalah sekolah pertama sementara pendidikan merupakan tanggung jawab bapak sebagai penanggung jawab keluarga maka termasuk kewajiban bapak memilih sekolah pertama yang baik bagi anaknya. Melihat betapa besar pengaruh sekolah pertama ini bagi anak maka Islam menganjurkan memilih sekolah pertama yang baik dan menganjurkan bahkan melarang memilih sekolah yang tidak baik. Ketika Nabi saw menyodorkan empat perkara yang menjadi alasan seorang wanita dinikahi maka beliau menganjurkan memilih wanita dengan kriteria keempat yaitu pemilik agama.

عن أبي هريرة رضي الله عنه ، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: تنكح المرأة لأربع : لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها ، فاظفر بذات الدين تربت يداك .

Dari Abu Hurairah dari Nabi saw bersabda, ?Wanita dinikahi karena empat perkara: hartanya, kedudukannya, kecantikannya dan agamanya. Pilihlah pemilik agama niscaya kamu beruntung.?
Salah satu tujuan pernikahan adalah lahirnya anak keturunan yang shalih, dan peluang keshalihan anak keturunan akan tetap terbuka jika sekolah pertama bagi anak shalih pula. Kamu tidak akan memanen anggur dari duri, jangan berharap air dari api dan orang yang tidak memiliki tidak mungkin memberi. Dari sini penulis memahami bahwa di antara hikmah mengapa menikahi wanita musyrikah tidak diizinkan bahkan ?menurut salah satu pendapat di kalangan para ulama dan ini insya Allah yang rajih- menikah dengan wanita pezina juga tidak diizinkan. Untuk yang pertama al-Qur`an berkata,

ولا تنكحوا المشركات حتى يؤمن ، ولأمة مؤمنة خير من مشركة ولو أعجبتكم

Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.? (Al-Baqarah: 221).
Untuk yang kedua al-Qur`an berkata,

الزانى لا ينكح إلا زانية أو مشركة والزانية لا ينكحها إلا زان أو مشرك ، وحرم ذلك على المؤمنين .

Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin.? (An-Nur: 3).
Menurut Anda apa yang diberikan ibu sebagai sekolah pertama kepada anaknya jika dia wanita musyrik atau pezina? Anda pasti tahu. Kata orang Arab, bejana memberi rembesan sesuai dengan isinya. Hikmah ini dikatakan secara nyata oleh al-Qur`an ketika ia melarang menikahi wanita musyrikah.

أولئك يدعون إلى النار .

Mereka mengajak ke neraka.? (Al-Baqarah: 221). Jika orang-orang musyrik termasuk wanitanya yang menyeru ke neraka maka para pezina termasuk wanitanya menyeru kepada zina, lalu apa harapan Anda darinya?
Karena ibu adalah sekolah pertama maka dia dituntut memiliki kemampuan-kemampuan dasar agar mampu memerankan fungsinya secara positif dan berarti kepada anaknya. Di antara kemampuan-kemampuan tersebut adalah:

1. Kemampuan dasar agama khususnya yang berkaitan dengan ibadah-ibadah praktis sehari-hari seperti wudhu, adab buang hajat, doa sehari-hari dan sebagainya.
2. Kemampuan dasar calistung (membaca, menulis dan berhitung) disertai pengetahuan tentang metode pengajarannya kepada anak.
3. Kemampuan dasar bermain yang edukatif karena dunia anak adalah dunia bermain dan tidak semua permainan memiliki nilai positif, di sini ibu yang memilah.
4. Pengetahuan dasar-dasar akhlak yang baik dan metode penamaannya pada anak.
5. Pengetahuan dasar tumbuh kembang anak dan faktor penunjanganya. Hal ini untuk mengoptimalkan pertumbuhan anak sehingga dia menjadi anak yang sehat karena kesehatan fisik menunjang perkembangan sisi-sisi anak yang lain.

Apapun ibu sebagai sekolah pertama dengan nilai-nilai positifnya tidak terwujud dengan baik tanpa kesediaan dari ibu itu sendiri, di mana ibu menomorduakan urusan anak dengan lebih mementingkan urusannya yang lain. Indikasi dari hal ini tercium manakala ibu lebih cenderung bersibuk diri di luar rumah dan menyerahkan anaknya kepada orang lain, pembantu atau nenek. Alasan karir atau pekerjaan adalah faktor pemicu utama, padahal jika para ibu mau jujur dalam membandingkan maka dia akan melihat bahwa keuntungan yang diperoleh dari karirnya lebih rendah dibanding dengan kerugian akibat dia meninggalkan anaknya bersama orang lain. Bagaimana pun ibu tidak tergantikan, tidak oleh nenek lebih-lebih pembantu. Dari sini maka agama Islam menyerukan kepada wanita muslimah agar tidak meninggalkan pos yang sangat membutuhkannya dengan tetap di rumah.

وقرن فى بيوتكن .
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu.? (Al-Ahzab: 33).

Seruan tetap di rumah yang disuarakan Islam sejak hari kelahirannya ini bersambut gayung dengan ajakan dari beberapa kalangan yang berpikiran obyektif lagi positif di zaman ini kepada para wanita khususnya para ibu agar kembali ke rumah. Ajakan ini disuarakan dari beberapa kalangan negara di barat setelah mereka merasakan pahitnya resiko dari meninggalkan anak-anak dengan keluar rumah. Mereka mengakui nilai-nilai positif dari seruan Islam kepada para wanita agar tetap di rumah. Dan keutamaan adalah apa yang diakui oleh musuh. Adakah ibu muslimah mengambil pelajaran?