SELAMAT DATANG DI BLOG KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN SINGOSARI KABUPATEN MALANG

Jumat, 24 Juni 2016

Ini Cara Rasulullah SAW Temukan Lailatul Qadar

Sudah hampir separuh ibadah puasa kita lalui. Itu artinya sebentar lagi bulan Ramadhan akan meninggalkan kita. Belum tentu di tahun berikutnya, kita mendapati kesempatan yang sama, yaitu mengerjakan puasa di siang hari dan diberi kesehatan untuk menyemarakkan malamnya dengan beribadah. Karenanya, gunakanlah sisa waktu Ramadhan ini dengan sebaik mungkin. Perbanyaklah ibadah dan amal saleh.

Menjelang akhir Ramadhan, Rasulullah SAW biasanya lebih fokus beribadah, terutama sepuluh malam terakhir. Hal ini sebagaimana yang disebutkan ‘Aisyah,
كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا دخل العشر شد مئزره وأحيا ليله وأيقظ أهله

Artinya, “Nabi Muhammad SAW ketika memasuki sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan memilih fokus beribadah, mengisi malamnya dengan dengan ibadah, dan membangunkan keluarganya untuk ikut beribadah,” (HR Al-Bukhari).

Berdasarkan hadits ini, dapat disimpulkan bahwa sepuluh malam terakhir Ramadhan merupakan waktu yang terbaik untuk beribadah. Sebagian ulama mengatakan, Rasulullah SAW meningkatkan kesungguhannya beribadah pada sepuluh malam terakhir dibandingkan malam sebelumnya.

Menurut Ibnu Bathal, hadits ini menginformasikan kepada kita bahwa malam lailatul qadar terdapat pada sepuluh malam terkahir Ramadhan. Karenanya, Rasulullah SAW lebih fokus beribadah pada malam tersebut dan menganjurkan umatnya untuk melanggengkan ibadah di malam sepuluh terakhir.

Karena kita tidak tahu secara pasti kapan terjadinya malam lailatul qadar, usahakan setiap malam di sepuluh terakhir diisi dengan memperbanyak ibadah. Usahakan tidak ada satu malam pun yang tidak dihiasi dengan ibadah, supaya malam lailatul qadar tidak terlewatkan. Semoga kita diberi kesempatan untuk bertemu dengan malam terbaik itu. Wallahu a’lam. (Hengki Ferdiansyah)

sumber : www.nu.or.id

Senin, 20 Juni 2016

Membiasakan Kebaikan Kepada Anak

Seyogyanya seorang anak dilatih dan dibiasakan melakukan ketaatan dan amal kebajikan serta meninggalkan kemungkaran sejak kecil, siapa yang terbiasa di atas sesuatu maka ia menjadi tabiatnya, belajar di waktu kecil ibarat mengukir di atas batu, kebaikan yang dibiasakan oleh bapak ibu terhadap anak akan membekas sedemikian kuat pada jiwa akan sehingga anak akan tumbuh dan menjadi dewasa di atas kebaikan tersebut, seorang penya’ir berkata,

وَيَنْشَأُ نَاشِىءُ الْفِتْيَانِ مِنَّا عَلَى مَا كَانَ عَوَّدَهُ أَبُوْهُ

Para pemuda di antara kami tumbuh dengan kebiasaan yang dibiasakan oleh para orang tua mereka.

Di antara petunjuk beliau saw adalah membiasakan seorang anak untuk melakukan kebaikan sejak kecil, bahkan mendorong mereka untuk melakukannya, Rasulullah saw bersabda:

مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَـاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ.

Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melakukan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, pukullah mereka karena meninggalkan shalat ketika mereka berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud.

Nabi saw bersabda demikian sekali pun anak-anak belum menerima beban taklif untuk membiasakan mereka di atas kebaikan. Namun perlu dipahami bahwa hadits ini tidak berarti anak baru diajari shalat ketika usianya menginjak tujuh tahun, bukan akan tetapi jangan membiarkannya berumur tujuh tahun tanpa diajari shalat.

Pada suatu ketika Nabi saw melihat al-Hasan bin Ali memasukkan sebiji kurma sedekah (zakat) ke mulutnya, lalu beliau saw mengeluarkannya dari mulunya dan berkata,

كُخْ! كُخْ! أَمَا عَلِمْتَ أَنَّا -آلَ مُحَمَّدٍ- لاَ نَأْكُلُ الصَّدَقَةَ.

Ekh, ekh, ayo keluarkan! Apakah engkau tidak tahu sesung-guhnya kita -keluarga Muhammad- tidak memakan sedekah.” Muttafaq alaihi.

Demikian pula mereka (para Sahabat) selalu membiasakan anak-anaknya untuk berpuasa dan membuat mainan dari bulu dalam rangka menunggu waktu Maghrib tiba sehingga mereka tidak merasakan lapar.

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari ar-Rubayyi’ binti Muawwidz berkata bahwa Rasulullah saw mengutus utusan ke kampung-kampung Anshar di sekitar Madinah di pagi hari Asyura`, “Barangsiapa telah berpuasa maka hendaknya melanjutkan puasanya dan barangsiapa berbuka maka hendaknya dia menyempurnakan sisa harinya.” Ar-Rubayyi’ berkata, “Setelah itu kamu berpuasa dan mengajak anak-anak kami yang masih kecil untuk berpuasa, kami berangkat ke masjid dan kami membuatkan untuk mereka mainan dari bulu domba, jika salah seorang dari mereka menangis minta makan maka kami memberikan mainannya di saat berbuka.”

Mereka juga menjadikan anak-anak kecil untuk menjadi imam dalam shalat jika mereka lebih banyak hafal al-Qur`an walaupun umurnya lebih muda, sebagaimana yang terjadi pada Amru bin Salamah, sekalipun diua baru berumur enam atau tujuh tahun, kaumnya menjadikannya sebagai imam karena dia yang paling banyak al-Qur`annya, haditsnya diriwayatkan oleh al-Bukhari.

Dan akan dijelaskan bahwasanya Rasulullah saw berkata kepada Umar bin Abi Salamah:

يَا غُلاَمُ سَمِّ اللهَ وَكُلْ بِيَمِيْنِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ.

Wahai anak, sebutlah Nama Allah, dan makanlah dengan tangan kananmu, serta makanlah dari makanan yang dekat denganmu.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

Demikian pula yang dilakukan oleh para Sahabat bahwa mereka menyertakan anak-anak mereka melaksanakan ibadah haji dengan fatwa dari Rasulullah saw, Imam Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa seorang wanita mengangkat seorang anak dan berkata, “Ya Rasulullah, apakah anak ini meraih haji?” Nabi saw menjawab, “Ya dan bagimu pahala.” Wallahu a’lam.

Selasa, 14 Juni 2016

Keutamaan Berbagi Takjil Kepada Orang Berpuasa

Tiada seorang pun yang mengetahui kualitas puasa orang lain. Karenanya kita sendiri tidak mengetahui kalau ada orang lain menipu kita dengan mengaku bahwa ia berpuasa. Karena saking rahasianya ibadah puasa, maka Allah menyediakan pahala yang besar untuk mereka yang berpuasa.

Terlepas dari kejujuran atau penipuan, Islam mengajurkan kita untuk berbagi takjil baik makanan maupun minuman. Hal ini merupakan salah satu bentuk kebaikan terhadap orang-orang yang berpuasa.

Allah SWT menjanjikan ganjaran luar biasa begi merek yang berbagi takjil. Syekh Said Muhammad Ba’asyin dalam Busyral Karim mengatakan sebagai berikut.
و يسن تفطير الصائمين ولو بتمرة أو بشربة، وبعشاء أفضل لخبر "من فطّر صائما فله مثل أجره ولا ينقص من أجر الصائم شئ" ولو تعاطى الصائم ما يبطل ثوابه لم يبطل أجره لمن فطّره

Artinya, “Orang yang berpuasa disunahkan berbagi sesuatu dengan orang lain untuk buka puasanya meskipun hanya sebutir kurma atau seteguk air. Kalau dengan makan malam, tentu lebih utama berdasar pada hadits Rasulullah SAW.

Beliau bersabda, ‘Siapa yang berbagi takjil kepada orang yang berpuasa, maka ia mendapatkan pahala puasa tanpa mengurangi pahala puasa orang yang ditraktir takjil.’

Kalau selagi berpuasa tadi orang yang ditraktir melakukan hal-hal yang membatalkan pahala puasanya seperti berbuat ghibah, menghasut orang lain, berdusta, memalsukan kesaksian, atau tindakan tercela lainnya, maka semua itu tidak berpengaruh pada pahala orang yang mentraktirnya.”

Keterangan di atas menunjukkan kuatnya anjuran untuk berbagi saat berbuka puasa. Anjuran ini sama sekali terlepas dari bagaimana kualitas puasa orang yang menjadi partner berbagi. Untuk itu kita juga dituntut untuk berbaik sangka terhadap orang lain. Wallahu A’lam. (Alhafiz K)

sumber : www.nu.or.id