Ladang ibadah seorang istri adalah suami, dari sini maka hendaknya apa yang dia
lakukan pada dirinya adalah semata-mata demi suami termasuk berhias dan
mempercantik diri, jika niat istri dalam berhias adalah demi suami maka hal tersebut
bernilai ibadah, di samping itu istri tidak akan memperlihatkan perhiasan
dirinya kepada orang lain, karena dia memang berhias hanya untuk suami semata
bukan untuk orang lain.
Imam Abu Dawud meriwayatkan dari
Aisyah berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam datang kepadaku
sementara di tanganku terpasang gelang dari perak, beliau bertanya kepadaku,
“Ini apa wahai Aisyah?” Aku menjawab, “Aku melakukannya dengan maksud berhias
untukmu.” Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bertanya, “Kamu menzakatinya?” Aku
berkata, “Tidak, masya Allah.” Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Ia
adalah bagianmu dari neraka.”
Kita melihat dalam hadits ini
apa yang dilakukan oleh Aisyah dengan memakai gelang dari perak dalam rangka
berhias demi suaminya yaitu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan beliau
tidak mengingkarinya, yang beliau persoalkan dalam hadits di atas adalah sisi
yang tidak berkait dengan pembicaraan kita yaitu zakat perhiasan.
Yang terjadi saat ini dan pada
zaman ini adalah kebalikannya, seorang istri tidak hanya berhias untuk suaminya
semata, akan tetapi di samping untuk suaminya, dia juga berhias untuk selain
suami, bahkan sebagian istri tidak berhias untuk suami, tetapi justru berhias
untuk orang lain, bukti dari hal ini adalah berhiasnya sebagian istri pada saat
dia keluar rumah, sementara di dalam rumah, istri tidak memperhatikan dirinya,
pakaiannya ala kadarnya dan rambutnya tidak tertata rapi, tidak masalah kalau
suami sedang tidak di rumah, tetapi yang sering hal itu terjadi pada saat suami
sedang berada di rumah, namun begitu ada acara di luar rumah, maka dia akan
berdandan habis, untuk siapa? Jadi suami tidak meraih yang khusus dari
istrinya, sebagian jatahnya diberikan kepada orang lain.
Kepada siapa wanita menampakkan perhiasannya
Kepada orang-orang yang
disebutkan oleh Allah dalam firmanNya, “Dan janganlah menampakkan
perhiasannya kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka atau ayah suami
mereka atau putra-putra mereka atau putra-putra suami mereka atau
saudara-saudara laki-laki mereka atau putra-putra saudara lelaki mereka atau
putra-putra saudara perempuan mereka atau wanita-wanita Islam atau budak-budak
yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai
keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat
wanita dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang
mereka sembunyikan.” (Qs.An-Nur: 31).
Dalam ayat ini Allah menjelaskan siapa-siapa yang boleh melihat perhiasan seorang wanita, di samping suami yang memang berhak mendapatkan bagian terbesar dan terkhusus, ada pula para mahram dan orang-orang di mana terlihatnya perhiasan wanita kepada mereka tidak menimbulkan fitnah dan kerusakan.
Macam-macam perhiasan
Pada dasarnya berhias dan
perhiasan terbagi menjadi dua; perhiasaan bawaan atau pemberian dan perhiasan
buatan. Yang pertama berarti perhiasan yang sudah dibawa atau dimiliki oleh
seorang wanita sebagai pemberian dari Allah seperti kecantikan wajah dan
keindahan tubuh. Yang kedua berarti perhiasan yang dihasilkan dan dilakukan
oleh seorang wanita dalam upaya menjaga dan menambah perhiasan yang pertama
seperti pakaian, make up, perlengkapan perhiasan, emas, perak dan sebagainya.
Perhiasan pertama yang merupakan
karunia ilahi, seorang wanita tidak memiliki upaya dalam bagian ini, karena ia
merupakan jatah dari ‘sana’, maka dia harus menerimanya dengan rela, tidak
perlu menggerutu dan meratapi jatah, lebih-lebih melakukan usaha-usaha merubah
ciptaan Allah, tidak perlu, karena pada dasarnya Allah menciptakan kaum hawa
ini dengan kecantikan dan keindahan, masing-masing memiliki porsi darinya yang
sudah ditakar oleh sang Pemberi, di lain pihak penilaian terhadap kecantikan
bersifat relatif dan yang penting bagi seorang wanita adalah suami, jika suami
sendiri ma fi musykilah dan menerima bahkan memandangnya yang terbaik
dan tercantik, maka hendaknya dia bersyukur, karena dia memang demikian
walaupun hanya di mata suami, tetapi itu lebih dari cukup. Mau penilaian dari
siapa? Orang lain? Tidak perlu, memang dia itu siapa?
Barangkali yang perlu dan bisa
dilakukan adalah menjaga, banyak hal yang bisa dilakukan demi menjaga ini,
misalnya menjaga makanan, makan makanan yang berimbang sehingga tubuh tetap
langsing dan tidak melebar, makan sayur dan buah-buahan sehingga tubuh terlihat
segar, minum jamu atau ramuan-ramuan tertentu, beristirahat yang cukup sehingga
kesehatan terjaga, berolah raga sebatas yang diizinkan dan mungkin dilakukan,
dan masih banyak lagi perkara-perkara yang bisa dilakukan demi menjaga perhiasan
bawaan dan pemberian ilahi ini, tidak masalah selama motivasi istri dalam
melakukannya adalah hanya untuk suami seorang. Wallahua'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar